Apakah Anda pernah menemukan adanya konsumen yang sering mengagung-agungkan pride-(kebanggaan) nya dalam membeli sebuah produk, dan ternyata hal ini sangat menguntungkan bagi pihak pemasar itu sendiri. Di Indonesia, jumlahnya pun tidak sedikit. Lalu seperti apa sebenarnya karakteristik dan potensi dari konsumen yang lebih mementingkan pride nya ini?
Pernahkah Anda melihat penampilan penyanyi cantik Syahrini di layar televisi? Kesan mewah memang selalu melekat pada artis yang satu ini dengan simbol “cetar membahana” ini. Sebuah jet pribadi dengan harga sewa minimal Rp.300 juta yang pernah ia tumpangi. Mobil Lamborghini Gallardo seharga Rp.9 miliar, atau tas cantik Hermes seharga Rp1,5 miliar yang sering ia gunakan. Yah, Syahrini merupakan salah satu contoh dari ribuan konsumen yang senang dengan segala sesuatu yang bersifat prestise (pamor). Sifat seperti ini lebih dikenal dengan sebutan konsumen yang suka mementingkan gengsi.
Menurut Ujang Sumarwan, seorang pakar Perilaku Konsumen dari MB-IPB dan penulis buku Consumer Behavior, sifat gengsi pada dasarnya sudah melekat pada diri setiap orang. Sifat seperti ini telah lama terbentuk sejak kita masih bayi. Lingkungan dan doktrin dari orang-orang sekitarlah yang berperan aktif dalam membentuk sifat gengsi seperti ini. Misalnya saja, merasa gengsi apabila tidak merayakan hari raya tanpa baju baru dan minyak rambut yang keren.
Di Indonesia sendiri, segmen konsumen dengan karakter seperti ini masih ada, dan akan terus selalu ada sepanjang waktu. Alasannya adalah karena terdapat tiga hal utama yang menyebabkan konsumen jenis ini terus tumbuh subur, yaitu :
1. Budaya untuk bersosialisasi sehingga lebih cenderung untuk membuat rasa ingin pamer yang tinggi akan sesuatu.
2. Masih adanya pengaruh kelas-kelas sosial yang terbentuk dari sisa-sisa zaman feodalisme.
3. Menjadikan materi dan jabatan sebagai indikator utama terhadap kesuksesan seseorang.
Sikap gengsi seperti ini juga bukan menjadi monopoli dari orang kaya semata, melainkan sudah sangat merata pada semua lapisan masyarakat mulai dari rakyat kecil, tingkat menengah sampai kepada kelas atas. Hanya saja, yang membedakannya adalah kemampuan dari daya belinya.
Ujang juga sempat menjelaskan, tentang karakter dari konsumen yang lebih mementingkan gengsi dengan eksklusivitas dan limited. Masih terdapat golongan dari orang-orang tertentu yang tidak mau disamakan dengan konsumen lainnya (tingkat eksklusif). Segmen seperti ini biasanya memiliki daya beli yang sangat tinggi dan untuk eksklusivitas tersebut mereka akan rela membayar dengan harga yang sangat mahal.
“Konsumen yang mementingkan gengsi tidak hanya akan membeli produk-produk berharga mahal untuk fungsi saja, namun juga sebagai simbolik dari diri mereka,” ujar Ujang.
Kita ambil saja contoh dari brand mobil supercar asal Italia, Lamborghini, dengan harga yang menembus angka Rp.14 miliar, namun masih tetap saja ada para peminatnya. Data resmi dari Agen Pemegang Merek Lamborghini di Indonesia pun menyebutkan bahwa penjualan dari unit Lamborghini di Indonesia sendiri sudah menempati urutan tiga terbesar se-Asia Pasifik. Bahkan di Tanah Air terdapat klub khusus yang beranggotakan 100 orang para pencinta sekaligus pemilik mobil Lamborghini.
“Merek dapat mempersatukan orang-orang di dunia, termasuk juga dari brand mewah (Lamborghini). Saat berbicara tentang Lamborghini maka semua orang kaya di dunia memiliki cara dalam berkomunikasi sendiri yang sama tentang branded produk ini,” terang Ujang.
Dari sisi bisnis, terang saja karakter konsumen seperti ini akan membawa keuntungan besar bagi pihak produsen. Produsen, menurut Ujang, perlu menciptakan suatu konsep secara eksklusif pada produknya sebagai daya tarik para konsumen.
Eksklusivitas tersebut sebenarnya bisa juga diwujudkan melalui segi tampilan yang harus bagus, bahkan tampilan yang lebih penting daripada isi produk. Kemudian, strategi komunikasi yang sifatnya bisa segera dipahami oleh segmen konsumen yang terbatas (agar tidak bersifat massal). Terakhir adalah strategi positioning, yaitu dengan memposisikan produk sebagai alat utama yang dapat mendongkrak kepercayaan diri. Sebabnya adalah karena konsumen gengsi pada hakikatnya adalah karena mereka masih kurang memiliki rasa kepercayaan diri.
Groedu Inti Global Inovasi (Groedu Trainer Pelatihan Pemasaran Bisnis)
Cito Mall – Jl. A. Yani 288 (Bunderan Waru), Lantai UG, US 23, No. 3 & 5 Surabaya.
Hp : Frans : 0818521172
Office (only call no sms) : 081-59417699
Fast Respon Email : groedu_inti@hotmail.com